Petani Milenial yang Handal untuk Ketahanan Pangan Indonesia
Oleh: Dr. Mukhamad Roni, S.E., M.E (Akademisi, Peneliti Ekonomi dan Keuangan Syariah)
Indonesia adalah negara agraris yang diberkahi tanah subur dan iklim tropis yang memungkinkan beragam komoditas pangan tumbuh sepanjang tahun. Namun, ironi besar tengah terjadi: ketahanan pangan nasional justru menghadapi tantangan serius. Alih-alih semakin kuat, ketergantungan impor bahan pangan seperti beras, gandum, dan kedelai semakin tinggi. Salah satu penyebab utamanya adalah regenerasi petani yang tersendat. Petani-petani Indonesia rata-rata telah berusia lanjut. Data BPS menunjukkan bahwa lebih dari 60% petani di Indonesia berusia di atas 45 tahun.
Dalam konteks inilah, kehadiran petani milenial yang handal menjadi penting dan strategis. Generasi muda bukan hanya pewaris sektor pertanian, tetapi juga agen transformasi untuk menghadirkan pertanian yang cerdas, modern, dan berdaya saing tinggi. Petani milenial bukan sekadar menggantikan generasi tua, tetapi menjadi katalis perubahan menuju sistem pangan yang berkelanjutan.
Tantangan Regenerasi Petani
Sektor pertanian selama ini identik dengan kerja keras, penghasilan rendah, serta keterbatasan akses teknologi dan pasar. Imbasnya, anak-anak muda cenderung menjauh dari ladang dan sawah. Petani dianggap profesi "kelas bawah" yang tidak menjanjikan masa depan cerah. Pendidikan formal pun belum sepenuhnya mendekatkan peserta didik pada praktik agrobisnis modern.
Tantangan lainnya adalah akses terhadap lahan dan modal. Banyak anak muda yang sebenarnya berminat pada pertanian, namun tidak memiliki tanah untuk digarap atau dana untuk memulai usaha. Di sisi lain, sistem birokrasi dan kebijakan pertanian terkadang masih belum ramah terhadap inovasi dan kepemimpinan anak muda.
Potensi Petani Milenial dalam Era Digital
Meski demikian, generasi muda Indonesia, khususnya kalangan milenial dan Gen Z, sebenarnya memiliki modal sosial, teknologi, dan intelektual yang luar biasa. Mereka adalah digital native terbiasa dengan internet, media sosial, dan perangkat teknologi mutakhir. Jika disinergikan dengan dunia pertanian, maka lahirlah konsep smart farming yang berbasis data, efisien, dan adaptif terhadap perubahan iklim maupun dinamika pasar.
Contoh keberhasilan petani milenial sudah mulai bermunculan. Sebut saja Andika, petani muda dari Jawa Tengah yang sukses mengelola pertanian hidroponik dengan sistem digital monitoring berbasis IoT. Atau Sari, lulusan pertanian dari IPB, yang berhasil membangun ekosistem pemasaran sayur organik langsung ke konsumen melalui platform digital.
Keberhasilan mereka bukan sekadar kisah personal, tetapi menjadi inspirasi bahwa pertanian bisa digarap dengan pendekatan ilmiah, kreatif, dan profesional. Petani milenial yang handal memiliki karakteristik: berani mengambil risiko, melek teknologi, terbuka pada kolaborasi, dan memiliki semangat wirausaha sosial.
Sinergi Ekosistem: Pendidikan, Pemerintah, dan Swasta
Untuk menciptakan petani milenial dalam skala besar, dibutuhkan ekosistem yang mendukung. Pendidikan vokasi dan tinggi harus diarahkan pada penguatan keterampilan praktis, bukan hanya teori. Kurikulum pertanian perlu memasukkan materi tentang kewirausahaan, teknologi pertanian presisi, dan ekologi pangan.
Pemerintah memiliki peran strategis melalui kebijakan yang berpihak pada anak muda. Misalnya, pemberian akses lahan melalui skema reforma agraria, kredit usaha tani yang mudah dan murah, serta pelatihan intensif berbasis kebutuhan lokal.
Sektor swasta juga dapat menjadi mitra penting melalui skema kemitraan, pendampingan bisnis, hingga akses pasar. Model pertanian kontrak yang adil dapat mempertemukan petani muda dengan pasar besar, tanpa harus melalui rantai distribusi yang panjang.
Selain itu, platform digital dan startup agritech dapat menjadi jembatan baru yang menyatukan anak muda, teknologi, dan peluang pertanian. Marketplace khusus hasil tani, aplikasi monitoring pertanian, hingga big data pertanian merupakan medan inovasi yang harus diisi oleh anak muda kreatif.
Ketahanan Pangan: Pilar Kedaulatan Nasional
Mengapa regenerasi petani penting? Karena ini adalah bagian dari ketahanan pangan, yang menjadi salah satu pilar utama kedaulatan nasional. Tanpa pangan yang cukup, terjangkau, dan bergizi, negara tidak akan stabil. Ketahanan pangan bukan hanya urusan pertanian, tetapi menyangkut keadilan ekonomi, stabilitas sosial, dan kemandirian bangsa.
Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia membutuhkan produksi pangan yang terus meningkat, di tengah tekanan perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan fluktuasi global. Hanya petani yang adaptif, cerdas, dan profesional yang bisa menjawab tantangan ini.
Di sinilah peran petani milenial menjadi sangat penting. Mereka harus ditempatkan sebagai bagian dari solusi, bukan hanya penerus profesi. Dengan pendekatan multidisipliner memadukan ilmu pertanian, teknologi digital, kewirausahaan, dan kesadaran lingkungan petani milenial dapat menjadi lokomotif transformasi pangan nasional.
Islam dan Etos Pertanian
Dalam perspektif Islam, bertani adalah profesi yang mulia. Rasulullah SAW bersabda, "Tiada seorang Muslim yang menanam pohon atau tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan itu adalah sedekah baginya." (HR. Bukhari dan Muslim). Nilai spiritual inilah yang perlu dikuatkan kepada generasi muda, bahwa bertani adalah bentuk ibadah sosial sekaligus ibadah ekologis.
Ekonomi Islam juga menekankan pentingnya distribusi sumber daya secara adil, keberkahan dalam usaha, serta keberlanjutan alam. Dalam hal ini, petani milenial dapat menjadi pelopor pertanian yang ramah lingkungan (halal & thayyib), adil secara sosial, dan berkelanjutan secara ekonomi.
Penutup: Saatnya Bertani dengan Bangga
Indonesia membutuhkan lebih banyak petani muda yang handal---bukan hanya bisa menanam, tetapi juga mampu mengelola, memasarkan, bahkan mengekspor hasil tani secara mandiri. Ini bukan soal kembali ke cangkul dan lumpur, tetapi tentang bagaimana memanfaatkan teknologi, inovasi, dan jejaring global untuk membangun masa depan pangan Indonesia yang mandiri dan berdaulat.
Petani milenial adalah harapan baru bagi negeri ini. Dengan dukungan semua pihak negara, pendidikan, pasar, dan komunitas pertanian bisa kembali menjadi sektor primadona. Dan yang lebih penting, menjadi jalan mulia untuk menjaga perut bangsa tetap kenyang, serta tanah air tetap berdikari.