Tura Turu - Baru sehari mengaku sebagai aktor di balik konten aksi Indonesia Gelap dan petisi RUU TNI, pengacara Marcella Santoso kini membantahnya.

Seperti diketahui, dalam video yang diputar saat konferensi pers penyitaan uang terkait kasus korupsi ekspor CPO di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Selasa (17/6/2025), Marcella dengan terang mengaku sebagai aktor di balik isu negatif mengenai jaksa agung, jaksa muda tindak pidana khusus hingga direktur penyidikan serta isu pemerintahan Prabowo.

"Saya menyadari dalam proses penanganan perkara ini terdapat postingan yang sama sekali tidak terkait dengan perkara yang ditangani," kata Marcella melalui rekaman video.

"Antara lain isu kehidupan pribadi Jaksa Agung, isu bapak Jampidsus, isu bapak Dirdik (Direktur Penyidikan), bahkan terdapat juga isu pemerintahan bapak Presiden Prabowo Subianto, seperti petisi RUU TNI dan Indonesia Gelap," lanjutnya.

Marcella tidak menyebut secara rinci isi dari konten-konten tersebut.

Namun, dalam pernyataannya yang terekam kamera, ia mengaku menyesal.

Ia juga menyebut bahwa ada konten yang diproduksi timnya tanpa pemeriksaan lebih lanjut dari dirinya.

“Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” kata dia.

Namun demikian, Marcella menekankan bahwa tak ada kebencian pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pemerintahan.

“Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” ucapnya.

Marcella bahkan mengeklaim pernah menyampaikan pujian terhadap kinerja para penyidik.

“Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” katanya.

Permintaan maaf disampaikannya di akhir pernyataan, disertai suara bergetar dan isak tangis.

“Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” ujar Marcella.

Namun, sehari setelah video itu ditayangkan, Marcella justru membantahnya.

Bantahan itu diucapkan saat ditemui wartawan usai diperiksa Kejaksaan Agung pada Rabu (18/6/2025).

“Saya enggak bikin soal RUU TNI dan Indonesia Gelap,” ujar Marcella, saat mau masuk ke mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Meski begitu, Marcella enggan memberikan penjelasan lebih lanjut terkait pemeriksaannya hari ini, termasuk saat ditanya apakah ia pernah diminta atau dipaksa membuat konten tersebut oleh penyidik atau pihak lain.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa penyidik Jampidsus tidak masuk lebih dalam ke isu konten itu, termasuk konten Indonesia Gelap.

“Kemudian, untuk institusi lain, kami tidak masuk di wilayah itu. Tapi, karena di barang bukti elektronik ada, ini kami tanyakan, apa maksud dia membuat konten Indonesia Gelap, konten negatif? Apa kaitan dengan RUU TNI, ini kami tidak tahu, tapi yang tahu mereka (institusi yang dimaksud konten) yang bersangkutan,” kata Qohar.

Seperti diketahui, Marcella Santoso merupakan satu dari empat orang yang telah ditetapkan Kejagung terkait perintangan penyidikan penanganan kasus di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Tiga tersangka lainnya yakni Advokat Junaidi Saibih (JS), satu lainnya ialah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB), Muhammad Adhia Muzakki selaku Ketua Tim Cyber Army.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, penetapan tersangka terhadap empat orang itu setelah pihaknya melakukan pemeriksaan dan ditemukan adanya bukti yang cukup.

Lebih jauh Qohar menjelaskan, perkara ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap dan atau gratifikasi di balik putusan lepas atau ontslag tiga terdakwa korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

Dalam pengembangan tersebut, ditemukan fakta bahwa para tersangka telah merintangi penyidikan dan penuntutan terhadap kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

Tak hanya kasus itu mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan atas perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

“Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan MS dan JS bersama-sama dengan TB secara langsung maupun tidak langsung dalam perkara korupsi Timah dan importasi gula atas nama Tom Lembong,” jelas Qohar.

Ia menambahkan para tersangka diduga bersekongkol membuat citra negatif Kejagung yang menangani kasus Timah dan importasi gula.

“Perbuatan TB bersifat personal. Ada indikasi TB menyalahgunakan jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan JakTV,” ungkap Abdul Qohar.

Atas perbuatannya itu para tersangka pun dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Rekam Jejak Marcella Santoso

Marcella Santoso adalah pengacara dari firma hukum Ariyanto Arnaldo Law Firm.

Dalam profilnya di situs firma hukum itu, Marcella memiliki jabatan sebagai junior partner.

Ia mendapat gelar sarjana hingga doktoral di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI).

Gelar sarjana hukum didapat setelah menyelesaikan kuliah pada 2002 hingga 2006. Kemudian magister kenotarian pada 2008 hingga 2010.

Marcella Santoso kemudian menjadi doktor ke-295 yang dihasilkan oleh Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana FH UI pada 25 Juli 2022.

Ia menyandang gelar doktor dengan disertasi berjudul 'Surat Keterangan Kepala Desa sebagai Bukti Penguasaan Tanah (Kajian Normatif atas Putusan-Putusan Pengadilan terkait Penggunaan Surat Keterangan Kepala Desa Sebagai Alas Hak Penguasaan Tanah)'.

Saat sidang kasus perintangan penyidikan di pembunuhan Brigadir J, Marcella sempat menarik perhatian publlik.

Saat itu dia menjadi pengacara dua terdakwa yakni Arif Rachman Arifin, mantan Wakaden B Biro Paminal Divisi Propam Polri dengan pangkat AKBP; serta Baiquni Wibowo, mantan PS Kasubbag Riksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri dengan pangkat Kompol.

Arif dan Baiquni didakwa turut serta menghalangi kasus pembunuhan Yosua. Salah satunya terkait dengan menghilangkan rekaman CCTV.

Marcella cukup aktif dalam melakukan pembelaan terhadap kliennya. Salah satunya ketika mendebat jaksa penuntut umum (JPU) yang tengah memeriksa saksi Pekerja Harian Lepas (PHL) Divisi Propam Polri bernama Ariyanto saat sidang pada 8 Desember 2022 lalu.

Tersangka Suap Hakim

Selain kasus perintangan penyidikan, Marcella juga menjadi tersangka penyuap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta alias MAN dan tiga hakim,  Djuyamto, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom.

Marcella Santoso ditetapkan sebagai tersangka bersama pengacara Aryanto alias AR.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengungkapkan Marcella Santoso dan Aaryanto diduga memberikan suap dan/atau gratifikasi kepada Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp 60 miliar.

Pemberian suap bertujuan agar tiga korporasi sawit yang terjerat korupsi ekspor CPO divonis lepas atau onslag.

Tiga korporasi adalah perusahaan produsen CPO Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Uang suap Rp 60 juta tersebut diserahkan oleh Marcella Santoso dan Aryanto kepada Muhammad Arif Nuryanta melalui perantara Wahyu Gunawan.

Wahyu Gunawan adalah Panitera Muda Perdata di PN Jakarta Utara.

"Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut," ungkap Qohar.

Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut.

Ketiganya yakni Ketiganya yakni Djuyamto sebagai Ketua Majelis Hakim, Ali Muhtarom sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota.

"Setelah terbit surat penetapan sidang, Muhammad Arif Nuryanta memanggil DJU (Djuyamto) selaku ketua majelis dan ASB selaku anggota," terang Abdul Qohar.

Muhammad Arif Nuryanta kemudian memberikan uang dollar bila dikurskan ke dalam rupiah Rp 4,5 miliar.

"Di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi," jelasnya.

Setelah menerima uang dari Arif, Agam dikatakan Qohar memasukkannya ke dalam goody bag yang kemudian dibagikan untuk dirinya, Djuyamto dan Ali secara merata.

Lebih jauh dijelaskan Qohar, pada medio September atau Oktober 2024, Arif Nuryanta kembali menyerahkan uang kepada Djuyamto sebesar Rp 18 miliar.

Uang miliaran itu selanjutnya dibagikan lagi oleh Djuyamto kepada Agam dan Ali di depan Bank BRI wilayah Pasar Baru, Jakarta Pusat.

"Dengan porsi pembagian sebagai berikut, ASB menerima sebesar uang dollar jika dirupiahkan sebesar Rp 4,5 miliar, kemudian DJU menerima uang dollar atau jika dirupiahkan sebesar Rp 6 miliar, dan AL menerima uang berupa dollar Amerika jika dirupiahkan setara Rp 5 miliar," kata Qohar.

Alhasil jika ditotalkan uang yang diterima oleh ketiga tersangka terkait kepengurusan perkara ini senilai Rp 22,5 miliar.

Kejaksaan Agung akhirnya menyelidiki kejanggalan terkait vonis onslag tersebut.

Awalnya, kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Kemudian, Marcella Santoso dan Ariyanto berprofesi sebagai advokat.

Dalam perjalanannya, Kejagung juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Ketiganya merupakan majelis hakim yang memberikan vonis onslag dalam perkara tersebut.

Ketiganya yakni Djuyamto sebagai Ketua Majelis Hakim, Ali Muhtarom sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota.

Di kasus suap ekspor CPO ini, penyidik kejagung menyita uang sebesar 4.700 dolar Singapura dari rumah Marcella.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " Marcella Santoso: Kemarin Ngaku Bikin Konten Indonesia Gelap, Kini Membantah "