Tura Turu, ENDE - Semua jenis ubi bisa dipakai, tapi ubi dari desa kami beda. Rasanya mirip ubi Nuabosi, tapi ini lebih lembut dan wangi. Sampai sekarang, masyarakat masih makan Uta Damba setiap hari.

TERIKNYA matahari dan sebaran abu vulkanik yang menyelimuti Kota Ende, termasuk di kawasan Pantai Kota Raja, tak menyurutkan semangat sekelompok ibu-ibu asal Dusun Toba, Desa Roga, Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende.

Mereka sibuk memperkenalkan kekayaan kuliner tradisional, Uta Damba.

Dipimpin Anastasia Sena, para ibu dari Dusun Toba tampil memperagakan cara memasak Uta Damba di hadapan peserta dan tamu undangan pra-event Festival Uwi Kaju, yang digelar di Pantai Kota Raja, Kelurahan Kota Raja, Kecamatan Ende Utara, Rabu (18/6).

“Uta Damba itu salah satu jenis masakan khas kami, bahan dasarnya dari ubi, kacang, dan daun kopi, ditambah bumbu seperti serai, bawang merah, bawang putih, garam, cabai, dan penyedap rasa,” ujar  Anastasia Sena, kepada Tura Turu, di sela-sela kegiatan memasak.

Menurut Anastasia Sena, Uta Damba merupakan kuliner tradisional khas masyarakat Suku Lio di Dusun Toba yang diwariskan secara turun-temurun.

Hidangan ini biasanya disajikan sebagai menu sarapan pagi pengganti nasi sebelum masyarakat memulai aktivitas mereka di ladang atau kebun.

Menariknya, meskipun bisa dibuat dari berbagai jenis ubi, masyarakat Desa Roga hanya menggunakan ubi lokal yang ditanam di wilayah mereka sendiri.

Anastasia Sena mengatakan, ubi dari desa mereka memiliki tekstur yang empuk, rasa yang tidak pahit, dan aroma yang harum, menjadikannya bahan utama yang sempurna untuk Uta Damba.

“Semua jenis ubi bisa dipakai, tapi ubi dari desa kami beda. Rasanya mirip ubi Nuabosi, tapi ini lebih lembut dan wangi. Sampai sekarang, masyarakat masih makan Uta Damba setiap hari,” tambah Anastasia Sena.

Uta Damba dimasak dengan cara sederhana namun penuh cita rasa yakni ubi kayu dicincang, direbus bersama kacang merah dan pucuk daun kopi.

Semua bahan menyatu dalam rasa gurih yang khas, lalu disajikan dalam mangkuk dan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa, menambah nuansa alami dan otentik dari makanan ini.

Bagi yang baru pertama kali mencicipi, rasanya mungkin terasa asing. Namun, tak sedikit yang kemudian ketagihan setelah menyantapnya.

Di tengah maraknya makanan instan dan impor, Anastasia menyampaikan harapannya agar generasi muda di Kabupaten Ende kembali mencintai dan mengonsumsi pangan lokal seperti Uta Damba.

“Kita punya makanan sendiri yang sehat dan alami. Anak-anak muda harus bangga dan mulai kembali konsumsi makanan seperti ini,” tutur Anastasia Sena penuh harap.

Demo memasak ini menjadi bagian dari rangkaian acara Festival Uwi Kaju, yang bertujuan mengangkat kekayaan kuliner dan budaya lokal Suku Lio ke panggung yang lebih luas. (albert aquinaldo)

Ikuti Berita Tura Turulainnya di GOOGLE NEWS