JAKARTA, Tura Turu - Kebijakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen di Jakarta tiba-tiba menghebohkan banyak pihak.
Namun, di balik kabar yang mulai berkembang, Gubernur Jakarta Pramono Anung justru merasa terkejut.
Saat ditemui di kawasan Kapuk, Jakarta Utara, Minggu (20/4/2025), Pramono mengaku tidak tahu menahu tentang rencana kebijakan tersebut.
“Itu belum diputuskan, saya juga kaget. Saya aja sebagai gubernurnya kaget kalau ada berita itu, jadi belum diputuskan ya,” ujar Pramono.
Hingga saat ini belum ada keputusan final dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pajak BBM 10 persen yang mulai ramai dibicarakan.
Apa itu Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)?
Mengutip dari laman resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta, PBBKB adalah pajak yang dikenakan atas semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan oleh kendaraan bermotor maupun alat berat.
Dengan kata lain, setiap kali warga Jakarta mengisi BBM, maka akan dikenakan pajak ini.
Siapa yang sebenarnya wajib bayar pajak ini?
Meski konsumen yang merasakan dampaknya saat mengisi bahan bakar, namun bukan mereka yang diwajibkan menyetor pajaknya langsung.
Menurut Bapenda, wajib pajak PBBKB adalah penyedia bahan bakar, seperti produsen atau importir.
"Wajib Pajak PBBKB adalah penyedia bahan bakar, seperti produsen atau importir. Proses pemungutan PBBKB ini dilakukan langsung oleh penyedia bahan bakar," tulis Bapenda
Artinya, pajak dipungut oleh penyedia bahan bakar dan dibayarkan ke kas daerah. Pemungutan dilakukan saat bahan bakar diserahkan kepada konsumen.
Bagaimana cara menghitung pajak PBBKB Ini?
Secara teknis, rumus penghitungan PBBKB cukup sederhana:
PBBKB = Dasar Pengenaan x Tarif Pajak (10 persen)
Tarif yang digunakan adalah 10 persen sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) terbaru.
Apakah berlaku untuk semua bahan bakar dan seluruh wilayah?
Bapenda menjelaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk bahan bakar yang diserahkan dan dikonsumsi di wilayah Jakarta.
Tujuannya disebutkan untuk mendukung pengelolaan ekonomi daerah dan penggunaan bahan bakar secara lebih bijak.
“Fokusnya adalah mendukung perkembangan ekonomi daerah dan pemanfaatan bahan bakar di Jakarta,” tulis Bapenda.
Kapan aturan ini ditetapkan?
Aturan ini tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Perda ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Perda tersebut ditandatangani saat masa kepemimpinan Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono.
Diketahui, PBBKB bukanlah hal baru. Pajak ini sudah diatur sejak tahun 2010 melalui Perda Nomor 10 Tahun 2010.
Namun, dalam Perda terbaru tahun 2024, tarif PBBKB dinaikkan dari 5 persen menjadi 10 persen.
Meski aturan tersebut sudah ada dalam Perda, Pramono menegaskan bahwa kebijakan itu belum diputuskan secara resmi oleh Pemprov DKI.
“Jadi belum diputuskan ya,” ucap Pramono.