Tura Turu – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi bencana tanah longsor, terutama di wilayah dengan topografi curam. Peringatan ini disampaikan menyusul kejadian longsor di jalur Pacet–Cangar pada 3 April lalu, yang dipicu hujan deras berdurasi singkat.
Dosen Teknik Geofisika ITS Firman Syaifuddin menjelaskan, tanah longsor bisa terjadi hanya dalam waktu hujan kurang dari 12 jam. Ia menyebut bahwa intensitas dan durasi hujan yang tinggi mampu menambah beban tanah serta meningkatkan tekanan air pori, sehingga menyebabkan kestabilan lereng terganggu.
“Hujan lebat membuat tanah menjadi jenuh air. Akibatnya, beban tanah bertambah dan kekuatan geser lereng menurun. Dalam kondisi tertentu, ini bisa memicu longsor hanya dalam hitungan jam,” jelas Firman.
Ia menambahkan, daerah dengan kemiringan tebing yang curam lebih berisiko mengalami longsor, apalagi jika terdapat aktivitas manusia seperti pembangunan atau irigasi di sekitar lereng. Seperti pada kasus longsor di Pacet–Cangar, air dari saluran irigasi yang sempat tersumbat oleh pohon tumbang membentuk bendungan alami. Air kemudian merembes ke dalam tanah dan memicu pergerakan massa tanah.
“Lokasi longsor tepat berada di bawah saluran irigasi. Ini memperparah kondisi tanah karena air yang tertahan perlahan masuk ke lapisan bawah dan menyebabkan kegagalan lereng,” ujarnya.
Melihat kondisi ini, Firman menegaskan pentingnya mitigasi dini. Salah satunya adalah pemetaan wilayah rawan longsor yang lebih detail, terutama di kawasan pegunungan dan lereng perbukitan. ITS sendiri telah berdiskusi dengan BPBD Jawa Timur untuk membantu memperbarui peta kerentanan gerakan tanah di wilayah tersebut.
“Kami mendorong pemetaan kerentanan longsor agar masyarakat dan pemerintah daerah bisa mengetahui area rawan dan mengambil langkah pencegahan lebih awal,” terangnya.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga menjadi kunci dalam upaya mitigasi. Pengetahuan dasar mengenai faktor penyebab longsor dan tanda-tanda awalnya bisa meningkatkan kesiapsiagaan warga, terutama saat musim hujan.
“Mitigasi tidak hanya soal infrastruktur, tapi juga kesadaran kolektif. Semakin dini masyarakat tahu risikonya, semakin besar peluang kita menghindari korban,” tutup Firman.
Dengan potensi cuaca ekstrem yang masih tinggi, ITS berharap langkah-langkah mitigasi bencana bisa menjadi prioritas bersama untuk meminimalkan risiko tanah longsor ke depan.