Tura Turu , JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap rencana industri tekstil nasional untuk meningkatkan impor kapas ( cotton ) dari Amerika Serikat (AS) senilai US$400 juta.
Rencana impor ini merupakan bagian dari negosiasi untuk menurunkan tarif resiprokal impor AS atas produk asal Indonesia sebesar 32%. Presiden AS Donald Trump tercatat menunda selama 90 hari implementasi regulasi anyar tersebut.
Wakil Ketua Umum API Ian Syarif mengatakan bahwa selama ini AS hanya memasok 17% dari total impor kapas Indonesia. Pelaku industri berencana menaikkan porsi impor dari AS hingga 50%.
Negeri Paman Sam memang menerapak aturan Buy American Provision dalam perdagangan dengan mitra. Dalam aturan itu, insentif diberikan kepada barang impor yang komponennya mencakup bahan baku dari AS.
"Salah satu kebijakan TKDN-nya Amerika, mereka mengizinkan produk-produk yang memakai katun Amerika itu masuk dengan tarif yang lebih murah," ujar Ian dalam forum diskusi, Jumat (18/4/2025).
Selama ini, Indonesia banyak mengimpor bahan baku/penolong dalam bentuk kain, bahan setengah jadi, benang, hingga fiber dari Brasil, Pakistan, Austalia dengan volume menembus 575.000 ton. Produk-produk inilah yang disebut Ian bisa diisi dengan pasokan bahan baku dari AS.
"Jadi konsep dasarnya dari awal disampaikan bahwa pemerintah tidak akan meningkatkan impor tapi hanya mengalihkan impor dari satu negara ke negara lain," tuturnya.
Dengan pertimbangan kualitas dan efisiensi, Ian mengatakan Amerika Serikat menjadi alternatif yang menarik sebagai pemasok kapas mentah. Apalagi, AS memiliki keunggulan dalam produksi kapas meski tidak memproduksi produk tekstil jadi seperti kain atau pakaian.
Oleh karena itu, pelaku usaha akan menanamkan komponen AS untuk produk ekspor sehingga tarif bisa lebih murah. Terlebih, AS memiliki Trust US Cotton Protocol, sebuah sistem pelacakan yang menjamin kualitas dan asal-usul kapas AS melalui teknologi DNA.
API berharap kebijakan ini bisa segera diadopsi secara formal sehingga pelaku industri dalam negeri bisa merasakan manfaatnya. Potensi peningkatan impor kapas dari AS diperkirakan bisa mencapai 50%.
Meskipun demikian, Ian menegaskan bahwa peningkatan impor kapas dari AS tidak sepenuhnya dapat mengurangi defisit perdagangan yang dirasakan AS dalam perdagangannya dengan Indonesia.
"Kalau untuk defisit itu gak mungkin, karena itu hanya 2-3%, sekitar US$400 juta. Gak bisa nutup defisit AS dengan Indonesia," pungkasnya.