Tura Turu - Menikah dan menjalani kehidupan sampai hari tua bersama dengan pasangan menjadi tujuan hidup banyak orang.
Meskipun pernikahan membawa manfaat kesehatan, ternyata sebuah penelitian menemukan kerugian karenanya.
Dilansir dari Science Alert , tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Florida melakukan studi yang menemukan menikah meningkatkan risiko demensia secara signifikan.
Para peneliti menganggap bahwa potensi kerugian yang muncul karena pernikahan ini mengejutkan. Pasalnya berdasarkan studi sebelumnya, menikah membawa manfaat kesehatan.
Adapun manfaat dari pernikahan seperti risiko penyakit jantung yang lebih rendah dan memperpanjang harapan hidup.
Tim peneliti tersebut menyarankan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan mengapa lajang lebih kecil kemungkinan menderita demensia.
"Orang yang belum menikah mungkin memiliki risiko demensia yang lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa yang sudah menikah," bunyi pendapat para peneliti dalam publikasi jurnal Azheimer & Dementia terbitan Kamis (20/3/2025).
"Temuan ini dapat menunjukkan diagnosis yang tertunda di antara orang yang belum menikah atau menantang asumsi bahwa pernikahan melindungi terhadap demensia," lanjut mereka.
Perbandingan risiko demensia berdasar status pernikahan
Dalam penelitian ini, para peneliti mengamati catatan kesehatan sebanyak 24.107 orang lanjut usia dengan usia rata-rata 71,8 tahun.
Mereka mengamati catatan kesehatan para lansia tersebut selama 18 tahun.
Lebih lanjut, peneliti mengkategorikan sampel ini menjadi empat kelompok: menikah, janda/duda, bercerai, dan tidak pernah menikah.
Kemudian, mereka menyesuaikan data tersebut dengan risiko berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Dari pengamatan tersebut, peneliti menemukan bahwa orang yang tidak pernah menikah memiliki kemungkinan 40 persen lebih kecil terkena demensia daripada yang sudah pernah menikah.
Pada kelompok lain, mereka yang menjadi janda/duda karena pasangan meninggal punya risiko 27 persen lebih kecil terkena demensia. Sedangkan mereka yang bercerai ada pada angka 34 persen.
Selanjutnya, para peneliti melibatkan lebih banyak variabel seperti pendidikan, genetika, dan kesehatan lainnya. Dengan begini, perubahan statistik untuk para janda/duda yang pasangannya meninggal menghilang.
Akan tetapi, masih ada risiko 24 persen lebih rendah untuk orang yang tidak menikah. Di sisi lain, mereka yang pernah bercerai di angka 17 persen lebih rendah.
Ternyata, perbedaan statistik untuk ini disebabkan faktor-faktor yang tidak terkait dengan status perkawinan. Dengan demikian, tim peneliti menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti hubungan sebab dan akibat yang langsung.
Meskipun demikian, perbedaan risiko nyata bagi mereka yang tetap memilih lajang tetap ada.
Alasan hubungan tersebut kemungkinan besar banyak dan beragam. Para peneliti menyarankan orang lajang mungkin lebih handal menjaga hubungan sosial yang dapat menangkal demensia.
Sebaliknya, pernikahan yang tidak bahagia diperkirakan memiliki dampak besar terhadap kesehatan.
"Ada beberapa bukti yang menunjukkan peningkatan dalam beberapa domain kesejahteraan, seperti kebahagiaan dan kepuasan hidup, setelah perceraian dan partisipasi sosial setelah pasangan berkabung," papar penulis.
"Orang yang tidak pernah menikah juga lebih mungkin bersosialisasi dengan teman dan tetangga dan lebih mungkin terlibat dalam perilaku yang lebih sehat daripada rekan mereka yang sudah menikah," imbuh mereka.
Para peneliti mengakui bahwa menikah bisa melindungi seseorang terhadap demensia.
Untuk itu, variasi dalam ukuran dan keragaman sampel menjelaskan hubungan ini. Namun, hubungan-hubungan ini tentunya merupakan masalah kompleks.
"Temuan kami bahwa semua kelompok yang tidak menikah (janda, bercerai, tidak pernah menikah) dikaitkan dengan risiko demensia yang lebih rendah dibandingkan dengan peserta yang sudah menikah bertentangan dengan sebagian besar penelitian longitudinal sebelumnya," pungkas mereka.