TikTok bersikap keras terhadap Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan mengancam matikan aplikasinya ke 170 juta warga AS.
Aplikasi media sosial video yang populer itu mengancam akan melakukannya pada Minggu (19/1/2025) .
Pada Jumat (17/10/2025, TikTok mengancam akan melakukan hal itu kecuali Pemerintahan Joe Biden segera bertindak untuk memastikan perusahaan itu tak dihukum karena melanggar ketentuan yang berlaku.
Undang-Undang (UU) Bipartisan yang ditandatangani Biden pada April, mengharuskan TikTok dijual ke pembeli Amerika pada Minggu. Jika tidak maka TikTok dilarang beroperasi lagi di negara tersebut.
Mahkamah Agung AS sebelumnya mengizinkan larangan kontroversial itu diterapkan.
Pemerintah Biden sendiri dengan jelas menyerahkan penegakan larangan tersebut kepada Donald Trump, yang akan dilantik Senin (20/1/2025).
Pejabat Gedung Putih pun menegaskan bahwa posisi mereka mengenai masalah tersebut sudah cukup jelas.
Meski tak mengesampingkan kemungkinan tindakan lebih lanjut sebelum batas waktu pada Minggu, pejabat itu mengatakan pemerintah mengisyaratkan tak akan menghukum layanan seperti Google dan Apple karena menghosting TikTok.
.
“Kecuali pemerintahan Biden secepatnya memberikan pernyataan definitif untuk memuaskan penyedia layanan paling penting yang menjamin tidak adanya penegakan hukum, sayangnya TikTok akan terpaksa ditutup pada 19 Januari,” ujarnya.
Trump sendiri telah mengisyaratkan, tetapi secara tak langsung menyatakan, bahwa ia tak akan memberlakukan larangan tersebut.
Ia telah meminta Mahkamah Agung menunda larangan tersebut sehingga pemerintahannya yang baru dapat menyusun kesepakatan untuk menjual TikTok kepada pembeli Amerika.
Namun, Mahkamah Agung menolak banding pemilik aplikasi yang mengklaim UU tersebut melanggar Amandemen Pertama, yang memungkinkan pelarangan tersebut dilakukan.
Oleh sebab itu, TikTok dapat mematikan layanannya pada Minggu, hanya untuk menyalakannya kembali di kemudian hari jika Trump menjamin TikTok tak akan dihukum karena melanggar larangan tersebut.